PSIKnews – Kebudayaan Bali memiliki akar sejarah yang sangat panjang, dari jaman prasejarah hingga era global sekarang. Dalam perkembangannya, kebudayaan Bali memperlihatkan sifat dinamis, selektif, fleksibel dan adaptif. Negara juga mengakui keberadaan kesatuan masyarakat hukum adat (KMHA). Namun, peraturan tersebut terbatas pada Pasal 18B ayat (2) UUD NRI 1945 dan belum menjadi sebuah Undang-Undang KMHA. Ketika belum memilki legal yuris yang jelas, keberadaan desa adat seperti desa Pakraman di Bali sangat rentan untuk disimpangi. Hal ini tidak terlepas dari fenomena yang dilakukan oleh Pemda Bali dalam menerima keberadaan KMHA Bali sebagai salah satu subyek perjanjian.
Bertitik tolak pada latarbelakang tersebut, I Wayan Arka, S.H., M.H., memilih sebuah tema, “Eksistensi Desa Pakraman Dalam Pengelolaan Obyek Wisata di Bali”, yang dibahas dalam sebuah sidang ujian akhir disertasi terbuka, pada hari sabtu, 18 Januari 2014 pada pukul 09.00-12.00 WIB. Bertempat di ruang Auditorium Lt.6 gedung A Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, sidang ujian akhir disertasi dilaksanakan oleh majlis penguji yang terdiri dari Prof. Dr. Isrok, S.H., M.S., Dr. Mohammad Ridwan, S.H., M.S., Dr. Ida Bagus Wyasa Putra, S.H., M.H. Prof. Dr. I Nyoman Nurjaya, S.H., M.H. Dr. Sihabudin, S.H., M.H., Prof. Dr. I Nyoman Sirtha S.H., M.S. Prof. Dr. Sudarsono, S.H., M.S. dan seorang penguji tamu, Prof. Dr. I Wayan P. Windia, S.H., M.Si., dari Fakultas Hukum Universitas Udayana, Bali.
Dalam penelitiannya, Dr. I Wayan Arka, S.H., M.H., memberikan rekomendasi bahwa perlu segera dibuat UU KMHA untuk mengisi kekososngan hukum, perlunya dilakukan identifikasi dan inventarisasi asas-asas umum perjanjian adat dalam rangka kodifikasi hukum perjanjian nasional. Selain itu, perlu dilakukan revisi perjanjian antara desa Pakraman dengan Pemda Bali untuk menjamin terpenuhinya rasa keadilan diantara kedua belah pihak. (alfa)